Sudah Diliat..

Jumat, 16 Maret 2012

Tanah Abang Dulu dan Sekarang



Tanah Abang Dulu dan Sekarang



http://sweaterpolos.com/wp-content/uploads/2010/11/grosir-kaos-polos-tanah-abang-dulu-skrg.jpg


  • Tanah Abang Tempoe Doeloe
Jika kita mendengar kata " Tanah Abang " pasti yang akan terlintas dibenak kita adalah pusat perniagaan atau perdagangan tekstil. Pasar Tanah Abang yang terkenal dengan pusat grosir tekstil terbesar di Asia Tenggara, memilik sejarah yang cukup panjang seiring perkembangannya, selain itu pasar Tanah Abang juga memiliki keunikan lain yaitu sebagai pusat oleh-oleh Haji dengan segala pernak pernik dan makanan khas yaitu aneka jenis Kurma.  
 
Tanah Abang tidak terlepas dari sejarah Kota Jakarta. Memang sampai saat ini belum diketahui secara pasti asal nama Tanah Abang, tetapi berdasarkan cerita turun temurun dari penduduk asli dan berdasarkan beberapa sumber sejarah yang saya baca, penamaan Tanah Abang berasal dari pohon-pohon yang tumbuh mulai dari jalan Abdul Muis sampai dengan Kebon Kacang, pohon itu sejenis pohon Palm yang bernama pohon Nabang. Orang Belanda menyebut daerah itu "The Nabang" atau di baca "De Nabang".

petamburan tempo dulu
Kemudian pada tanggal 30 Agustus 1735 seorang anggota dewan hindia belanda bernama Justinus vink mendapatkan izin dari Gubernur Jenderal Abraham Patram untuk membangun pasar, yaitu Pasar The Nabang, kemudian penduduk setempat menyebutnya singkat menjadi Pasar Tenabang, (biasa lah orang betawi rada kaku nyebut bahasa inggris) dan juga Pasar Weltervreden (sekarang bernama pasar senen) dalam surat izin tersebut Pasar Weltervreden hari pasarnya adalah hari sabtu. Pasar Senen khususnya menjualsayur-mayur dan pasar The Nabang menjual berbagai tekstil dan kelontong.

Kemudian perkembangan daerah ini semakin pesat, Nabang, atau Tenabang, berubah menjadi Tanah Abang setelah pembangunan stasiun KA tahun 1890. Perusahaan KA menganggap Tenabang itu berasal dari Tanah Abang dalam bahasa jawa berarti tanah merah, secara kebetulan juga daerah itu memang memiliki tanah berwarna merah. Lalu nama itu secara resmi digunakannya di stasiun KA. Besar kemungkinan pengelola stasiun itu berasal dari Jawa, ia mengira penyebutan Tenabang itu salah, lalu ia mencoba untuk “meluruskan”.
 
Kebakaran
Sejarah perkembangan Tenabang sendiri, tercatat banyak diwarnai peristiwa kebakaran. Kebakaran pertama kali pada 1740, atau lima tahun setelah dibangun, dengan terjadinya peristiwa pembantaian orang-orang Tionghoa. Dibangun kembali pada 1881, Tenabang dikembangkan lagi dengan pembangunan tiga bangunan berbentuk los panjang, dengan dinding bata dan atap genteng pada 1926, kondisi yang cukup modern pada saat itu.
Pada 1975 pemerintah melakukan renovasi, hingga terdapat sekitar 4.351 kios, dengan luas bangunan total menjadi sekitar 11.154 m2. Tapi baru saja direnovasi, Tenabang kembali terbakar pada 1978. Hampir seluruh kios di lantai dua Blok A, serta semua lantai di Blok B, hangus terbakar.

  • Tanah Abang Saat Ini 
Saat ini pasar Tanah Abang merupakan pasar dengan sentuhan modern. Sebelumnya pasar yang sangat terkenal menjual pakaian secara grosir ini terlihat kumuh, sumpek, dan tidak nyaman. Sekarang pasar ini sudah menjadi bangunan megah berkonsep modern. Fasilitas yang dimiliki pun tak kalah dibandingkan pusat perbelanjaan modern lainnya. Desain bangunan di pasar Tanah Abang khas dengan corak Betawi yang dipadukan dengan sentuhan dan nuansa Islam. Pasar Tanah Abang merupakan pusat perbelanjaan modern yang juga sekaligus berupaya melestarikan budaya Betawi.

Warga yang datang ke pasar Tanah Abang tidak hanya dari Jakarta dan kota sekitarnya. Orang daerah termasuk Medan, Ambon, Papua bahkan manca negara terutama Malaysia dan Arab Saudi pun banyak yang langganan datang ke pasar Tanah Abang. Tidak salah, pasar Tanah Abang ibarat pusat mode busana Muslim di dunia. Saat berbelanja di sini jangan heran jika Anda akan banyak menjumpai warga negara asing seperti Arab, Malaysia, dan China.

Pasar Tanah Abang memang selalu ramai dan padat, namun disela-sela kesibukan orang yang berlalu lalang itu saya sempat wewawancarai pengunjung di pasar tersebut walaupun hanya beberapa menit.

Saya (S) : Permisi ibuu..
Bu Sri (B) : iyaa, ada apa ya ?
S : "Bisa minta waktunya sebentar Bu? kami sedang melakukan survei bu, bisa ?"
B : "Ohh.. survei tentang apa ya ?"
S : "Saya diberi tugas oleh kampus untuk survei di Tanah Abang, sekarang saya mau mewawancarai Ibu, mau tanya-tanya gitu.. "
B : "Yasudah mau nanya apa ?"
S : "Perkenalkan saya Niko dari Bekasi, kalo boleh tahu nama Ibu siapa dan tinggal dimana ?"
B : "Saya Sri, saya tinggal di Tanjung Duren Jakarta Barat"
S : "Ibu sudah sering ke pasar Tanah Abang?"
B : "Lumayang sering.. bisa sebulan sekali saya kesini"
S : "Biasanya kalo kesini Ibu ngapain?"
B : "Paling belanja-belanja aja, beli beli baju, kueh kueh.."
S : "Ohh.. Kenapa Ibu memilih belanja disini? Sedangkan dideket rumah ibu kan banyak mal-mal besar dah lebih nyaman disana soalnya ber-AC disini kan tidak ?"
B : "Disini kan banyak toko toko pakaian, modelnya ga kalah bagus kok dengan model model yang dijual di butik butik di mal ituu.. harganyapun jauh lebiih murah disini makanya saya pilih belanja disini.."
S : "Kalo soal kenyamanan? disini kan berdesak-desakan Bu? Ibu ga takut kecopetan ?"
B : "Engga tuh, kalo dijaga baik baik dompetnya sih InsyaAllah aman. Kalo soal nyaman engganya yaa mau gimana lagi namanya juga pasar, wajarla kalo desak desakan.."
S : "Ohh.. Begitu.. Ibu kesini sendiri ?"
B : "Iya saya sendiri, suami saya kan kerja.."
S : "Ohh.. iya ya sekarang senin ya.. ? hahaha"
B : "Iya.. Gimana kamu ini, mahasiswa kok ga tahu hari.. haha"
S : "haha.. Lupa Bu, soalnya saya libur hari ini berasa kayak minggu jadinya.. haha"
S : "emm.. Kayaknya sudah cukup bu, terima kasih bu atas waktunya maaf kalo merepotkan.."
B : "iya..ga papa kok.. saya jalan dulu ya"
S : "iya bu, silakan.. hati-hati ya bu"
B : "iyaa.."


Wawancara yang singkat memang, disela-sela ramenya pasar Tanah Abang membuat saya merasa sedikit tidak enak jika menahan Bu Sri terlalu lama. Yang saya tahu ikon dari Tanah abang yaitu "Pasar"-nya yang dikenal oleh masyarakat sebagai pusat grosir tekstil terbesar ini telah menjadi pilihan belanja yang murah bagi warga Jakarta juga daerah sejak jaman dahulu sampai sekarang.

Oleh Alniko Abdullah


http://duniatehnikku.files.wordpress.com/2011/03/tanah-abang_.jpg 
 pasar tanah abang saat ini

Senin, 12 Maret 2012

SEJARAH NAMA INDONESIA



SEJARAH NAMA INDONESIA

 




Memang tidak banyak orang yang peduli dengan asal nama Indonesia, kecuali mereka yang memang benar-benar ingin tahu tentang sejarah awal mula nama Indonesia. Dari cuplikan di wikipedia sudah menjelaskan secara rinci tentang Sejarah nama Indonesia, Nama Indonesia, dan Politisasi nama Indonesia. Dan dari postingan ini saya harap semua orang Indonesia tahu sejarah dan bagaimana kata Indonesia bisa muncul dan di patenkan sebagai nama Republik Indonesia seperti sekarang ini.

Sejarah Nama Indonesia

Catatan masa lalu menyebut kepulauan tanah air kita dengan aneka nama. Dalam catatan Bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil “Jawa” oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. Dalam bahasa Arab juga dikenal Samathrah (Sumatra), Sholibis (Sulawesi), Sundah (Sunda), semua pulau itu dikenal sebagai kulluh Jawi (semuanya Jawa).

Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah “Hindia”. Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka” dan daratan Asia Tenggara dinamai “Hindia Belakang”. Sedangkan tanah air memperoleh nama “Kepulauan Hindia” (Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur” (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah “Kepulauan Melayu” (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l’Archipel Malais).

Pada jaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur).

Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (bahasa Latin insula berarti pulau).

Awal Mula Nama “Nusantara”

Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli), memperkenalkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata “India”. Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.

Pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit, Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Sumpah Palapa dari Gajah Mada tertulis “Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa” (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”, sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.

Sampai hari ini istilah nusantara tetap dipakai untuk menyebutkan wilayah tanah air dari Sabang sampai Merauke.

Awal Mula Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris) :

“… Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing akan menjadi “Orang Indunesia” atau “Orang Malayunesia” ".

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia) :

“Mr Earl menyarankan istilah etnografi “Indunesian”, tetapi menolaknya dan mendukung “Malayunesian”. Saya lebih suka istilah geografis murni “Indonesia”, yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-pulau Hindia atau Kepulauan Hindia” .

Ketika mengusulkan nama “Indonesia” agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air pada tahun 1864 sampai 1880.

Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah “Indonesia” itu dari tulisan-tulisan Logan. Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.

Nama indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti indisch (Hindia) oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan indonesier (orang Indonesia).

Makna Politis

Pada dasawarsa 1920-an, nama “Indonesia” yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, sehingga nama “Indonesia” akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Sebagai akibatnya, pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.
 
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, “ Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut “Hindia-Belanda”. Juga tidak “Hindia” saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya. ”

Di Indonesia Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama “Indonesia”. Akhirnya nama “Indonesia” dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa, dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen Hindia-Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama Indonesië diresmikan sebagai pengganti nama “Nederlandsch-Indie”. Permohonan ini ditolak. Dengan pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama “Hindia-Belanda”. Pada tanggal 17 Agustus 1945, menyusul deklarasi Proklamasi Kemerdekaan, lahirlah Republik Indonesia.

Semoga dari membaca postingan ini makin menambah pengetahuan akan tanah air kita, ternyata Inilah Indonesia..


 ________________________________________________________________________
Referensi :
  • Wikipedia 
  • awalmula.com

Minggu, 11 Maret 2012

SEJARAH BATIK INDONESIA



SEJARAH BATIK INDONESIA


Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.

Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari : pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.


Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.


Kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, yang merupakan penggabungan dari "amba" yang berarti "menulis", dan "titik" yang berarti "titik". Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri. Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia. Dan pada hari Jumat tanggal 2 Oktober tahun 2009, Educational Scientific and Cultural Organisation (UNESCO), menetapkan batik sebagai warisan budaya milik Indonesia. Hari yang dinanti-nantikan oleh seluruh penduduk ini pun dijadikan sebagai Hari Batik.




Jenis-Jenis Batik


Batik sendiri tentu memiliki jenis-jenisnya.


1.Batik Tulis
Merupakan batik yang cara pembuatannya dengan cara ditulis. Proses ini membutuhkan setidaknya 2-3 bulan.
2. Batik Cap 
Merupakan batik yang cara pembuatannya dengan dicap. 
3. Batik Lukis 
Pembuatannya langsung dilukis pada media kain putih.

Batik yang merupakan karya seni budaya yang dikagumi dunia, diantara ragam tradisional yang dihasilkan dengan teknologi celup rintang, tidak satu pun yang mampu hadir seindah dan sehalus batik Indonesia.



Referensi

·        Batikmarkets
·        Wikipedia


  
                     Contoh Batik Tulis


 
                Contoh Batik Cap / Cetak


  
                 Contoh Batik Lukis